pengan tau asal usul istana dalam loka (sumbawa besar , NTB...mari gan ane jelasin hehehe :)
Lokasi Istana Dalam Loka pada saat ini terletak
di dalam Kota Sumbawa Besar, menunjukkan bahwa kota ini memang sejak dahulu
kala merupakan pusat pemerintahan dan pusat kegiatan perekonomian di wilayah
tersebut. Istana Tua “Dalam Loka” dibangun pada zaman pemerintahan Sultan
Muhammad Jalaluddin Syah III, tepatnya pada thun 1885. Sebelum istana ini
dibangun, kerajaan Sumbawa telah beberapa kali berganti istana, antara lain
pernah dikenal “Istana Gunung Setia,” “Istana Bala Balong dan Istana Bala
Sawo”.
“Dalam
loka” berbentuk rumah panggung kembar, disangga 99 tiang jati yang melambangkan
99 sifat Allah (Asma’ul Husna). Istana ini selain untuk menempatkan raja pada
posisi yang agung, juga sebagai pengganti Istana Bala Sawo yang hangus terbakar
letusan bubuk mesiu logistik kerjaan. Bangunan Bala Rea ini menghadap ke
selatan lurus kedepan alun-alun, ke arah bukit Sampar yang merupakan situs
makam para leluhur, Pemilihan selatan sebagai arah hadap rumah pun memiliki
makna tersendiri. Berdasar hukum arah mata angin, selatan dipercaya dapat
memberikan suasana sejuk, tenteram, damai, dan nyaman. Tidak hanya itu, selatan
pun bermakna menatap pada masa lalu yang bila diartikan pemimpin harus memiliki
kebijaksanaan dan kearifan dalam menyikapi masa lalu yang bisa dibawa ke masa
kini.. Disebelah barat alun-alun terdapat Masjid kerajaan, Masjid Nurul Huda
yang masih berdiri hingga sekarang, dan di sebelah timur komplek istana mengalir
sungai Brang Bara ( sungai di sekitar kandang kuda istana).
Bahan baku pembangunan istana Dalam Loka ini
sebagian besar didatangkan dari pelosok-pelosok desa di sekitar istana. Khusus
untuk kayu jati ukuran besar didatangkan dari hutan Jati Timung, sedangkan
atapnya yang terbuat dari seng didatangkan dari Singapura. Pekerjaan
pembangunan istana ini dipimpin oleh Imam Haji Hasyim.
Bala Rea ini memiliki banyak ruangan dengan
fungsinya masing-masing. Antara lain sebagai berikut :
1. Lunyuk Agung, terletak di bagian depan.
Merupakan ruangan tempat dilangsungkannya musyawarah, resepsi, dan serangkaian
kegiatan penting lainnya.
2. Lunyuk Mas, adalah ruangan khusus bagi
permaisuri, para isteri menteri dan staf penting kerajaan ketika dilangsungkan
upacara adat. Letaknya bersebelahan dengan Lunyuk Agung.
3. Ruang Dalam sebelah barat, terdiri dari
kamar-kamar yang memanjang dari arah selatan ke utara sebagai kamar peraduan
raja (Repan) yang hanya di sekat kelambu dengan ruangan sholat. Di sebelah
utara Ruang Dalam merupakan kamr tidur Permaisuri bersama dayang-dayang.
4. Ruang Dalam sebelah timur, terdiri atas empat
kamar, diperuntukkan bagi putra/putri Raja yang telah berumah tangga. Di ujung
utaranya adalah letak kamar pengasuh rumah tangga.
5. Ruang Sidang, terletak pada bagian utara
(bagian belakang) Bala Rea. Pada malam hari ruangan ini digunakan sebagai
tempat tidur para dayang.
6. Dapur terletak berdampingan dengan ruang
perhidangan.
7. Kamar mandi, terletak di luar ruang induk,
yang memanjang dari kamar peraduan raja hingga kamar permaisuri.
8. Bala Bule, letaknya persis di depan ruang tamu
permaisuri (Lunyuk Mas), berbentuk rumah dua susun. Lantai pertama yang sejajar
dengan Bala Rea sebagai tempat putra/putri raja bermain, sedangkan lantai dua
untuk tempat Permaisuri beserta istri para bangsawan menyaksikan pertunjukkan
yang dilangsungkan di lapangan istana.
Diluar bangunan Bala Rea yang kini dikenal sebagai
Dalam Loka, sebagai kesatuan dari keseluruhan komplek Istana (Dalam), pada
zaman dahulu masih terdapat beberapa bagian penting istana, yakni Keban Alas
(kebun istana), Bala Buko (gapura) tembok istana, Bale Jam (rumah jam), tempat
khusus diletakannya lonceng kerajaan.
Sejak dibangunnya istana baru, pada tahun 1932
(istana kerjaan yang sejak tahun 1954 difungsikan sebagai rumah dinas “Wisma
Praja” Bupati Sumbawa), keadaan Bala Rea sebagai bangunan utama dari komplek
istana dalam loka, sudah tak layak ditempati dan mulai ditinggalkan keturunan
kerjaan sebagai penghuninya sehingga terlantar begitu rupa. Maka tak heran bila
ketika mulai dipugar kembali oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan pada tahun
1979, melalui Proyek Sasana Budaya-Budaya sejak tahun anggaran 1979/1980 sampai
dengan tahun anggaran 1984/1985 ,kondisinya sedemikian memprihatinkan—semak
belukar menutupi keseluruhan areal Bala rea ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar